Minggu, 19 Desember 2010

Daerah Istimewa Yourself


Beberapa pekan terakhir, telinga masyarakat kita disibukkan dengan adanya polemik RUUK suatu daerah di Indonesia. omong kosong politik begitu menderu-deru saat ini. pro-kontra terus terjadi dimana-mana, apapun alasannya mereka punya kepentingan sendiri-sendiri. oke, aku berasumsi bahwa, satu, ini adalah skenario politis yang sangat tidak mengenakkan untuk di dengar, saya curiga bahwa munculnya statement-statement kontroversial itu adalah bagian konspirasi, pendapat ekstrim saya saat ini adalah seperti itu. kedua, ini hanyalah pengalihan isu saja. untuk apa?saya tidak tahu pasti, yang pasti indonesia saat ini punya masalah yang lebih besar yang harus dihadapi tanpa ada sorotan publik. isu tentang keistimewaan Yogyakarta terkesan seperti masalah yang dibuat-buat. Apapun tujuannya, itu berhasil membuat gerah telinga masyarakat Yogyakarta sendiri. jika memang saya harus berpositif thinking, pemerintah memberi isu itu supaya masyarakat jogja menjadi peka terhadap esensi Yogyakarta itu sendiri. well, apapun itu masalah politik memang sangatlah pelik untuk disikapi.


kembali pada Yogyakarta itu sendiri, apa yang membuatnya harus istimewa? karena itu adalah amanah Sri Sultan HB IX. disini jelas sekali amanah tidak boleh dilupakan begitu saja. kalau ada yang menginginkan Yogyakarta merdeka, itu adalah tindakan yang juga melanggar amanah sang raja, tapi saya yakin bagi mereka yang mengingkan kemerdekaan tidak benar-benar berniat melakukan itu, bagi saya itu hanyalah ungkapan kekesalan atau bentuk protes mereka terhadap sikap pemerintah yang mau melanggar amanah sang raja itu terlebih dahulu. harus diakui, dengan adanya 'sentilan' dari pemerintah tersebut, masyarakat jogja menjadi lebih peka dan muncul indentitas ke'jogja'annya. mereka conform menolak putusan pemerintah, mereka bersatu siap mempertahankan jogjanya, mereka kembali merenungi local wisdom nya bersama-sama. sebagian orang dari mereka tiba-tiba jadi 'jogja banget' ketika isu ini muncul, mereka yang biasanya berperilaku, bertindak dan berpikir atau ekstrimnya mengagung-agungkan kebudayaan barat, kebudayaan jepang, atau kebudayaan negara 'keren' lain. dan setelah isu ini muncul, mereka 'kembali' ke jogja, kita harus mengapresiasinya, mereka memberi warna dan wawasan dalam conformitas mempertahankan yogyakarta. "setidaknya mereka kembali, dan ternyata mereka masih memegangnya :D", itu saja dalam pikiran saya. "nguri-uri budoyo jawi", oke itu adalah salahsatu yang membuat jogja ini istimewa, kebudayaan jawa dengan kraton jogja sebagai sentranya beberapa dekade ini mulai meluntur. seperti kata teman saya, anak muda sekarang tidak peduli dengan budayanya sendiri, tidak ada unggah ungguh kepada orang tua sama sekali, dan menurut saya itu karena mereka terlalu banyak dihipnotis Televisi dkk. (entah kenapa saya suka sekali mengkambinghitamkan kemajuan teknologi informasi, hahaha).masyarakat jogja dikenal sebagai masyarakat yang cinta damai, ramah dan bersahabat, tapi lihat sekarang... pertandingan sepak takraw di sport hall saja rusuh, haha. orang-orang yang masih memegang kebudayaan mereka dianggap kolot, sangat menyedihkan sekali menurut saya. karena itu adalah identitas kita yang seharusnya kita jaga. Yes, apapun itu masalah kebudayaan memang sangatlah kompleks untuk dipahami.


raja sebagai kepala suatu pemerintahan atau kerajaan memang seharusnya dipanut, sri sultan HB X saat ini adalah panutan bagi rakyatnya. tentu saja berat sekali menjabat sebagai sang Raja, pemikirannya harus independent, mampu mengayomi, mampu menjaga identitas kerajaannya, dll. saya tertarik akan peran raja disini, raja sebagai pemelihara kebudayaan daerahnya. itu berarti identitas daerahnya harus dijaga seutuhnya oleh sang Raja dan dibantu rakyatnya. power raja di yogyakarta sangat besar, wewenangnya luas. seperti dalam amanah 5 september :

“Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mulai saat ini berada di tangan kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja kami pegang seluruhnya.”


sang raja haruslah bisa memegang kekuasaan 'sepenuhnya'. tanpa ada pengaruh dari pemerintah pusat sekalipun, otoritas raja diperlukan disini, pengaruh luar tidak boleh mengganggu. kekhawatiran yang terjadi ketika, sang pemegang otoritas ini terpengaruh secara personal oleh kekuatan lain di luar dirinya. dalam hal ini, terus terang saya lumayan kecewa ketika sri sultan HB X menjadi salah satu anggota nasional demokrat. orisinalitas akan otoritas dari sang raja akan luntur. ditambah dengan isu pencabutan keistimewaan ini, sikap raja sangat dinantikan untuk bisa menjernihkan keadaan. dan saya yakin, sikap yang bisa menjernihkan keadaan berasal dari pikiran yang jernih juga.


melihat peran raja sangat menarik dalam kasus diatas, oke sebenarnya kita adalah raja juga. raja bagi diri kita sendiri tentunya, tanpa dikuasai pihak lain, bergerak bebas sesuai pikiran jernih kita sendiri, tidak bergerak dibawah bayang-bayang penindasan orang lain, karena kita adalah penentu sikap atas hidup kita sendiri.


"karena setiap dari kita memiliki mahkota raja/ratu di kepala kita dengan bentuk dan motif ukiran yang berbeda satu sama lain"


otak kita adalah kraton dari kita, pusat pengendalian syaraf tubuh kita. yang bisa mengayomi perasaan dan anggota tubuh kita, mengasihi diri kita sendiri. karena tentu saja, kitalah yang paling tau keadaan diri kita sendiri. kita ini tidak sama dengan orang lain, dan jangan berusaha menjadi sama, siapapun mereka. tetap jagalah identitas (kebudayaan) kita sendiri, banggalah kepada itu dan tunjukkan pada orang lain. masalah (politik) yang ada di sekitar kita, bisa diambil sisi positifnya, ambil hikmahnya sepelik apapun masalahnya. kita adalah individu merdeka, kita adalah makhluk bebas, kita bebas tapi tetap bertanggung jawab pada apa yang kita pegang, selayaknya yogyakarta dan amanah Sri Sultan HB IX yang selalu kita jaga dan patuhi. saya bersyukur menjadi warga yogyakarta, dan saya bersyukur menjadi seorang Bondan, dan harusnya kalian bersyukur menjadi diri kalian sendiri. karena masing-masing dari kita adalah "Yogyakarta", karena masing-masing diri kita adalah istimewa. D.I.Y! Daerah Istimewa Yourself!

1 komentar:

  1. ada satu pendapat, "jogja saat ini sudah mulai berkembang potensi alamnya, seperti pasir besi di kulon progo atau potensi perkebunan di daerah lereng merapi. dan apabila masih Raja yang menguasai itu semua, tidak mudah mengutak atik penanaman modal disana."
    semua tentang gold gold dan gold .

    jangan sampai jogja menjadi produksi bubur panas khas jawa timur kedua, dan si ayah nobita hanya begumam "hmm, itu bencana alam"

    BalasHapus